Sabtu, 07 Januari 2012

ETIKA PROPESI

KONSEP FITRAH MANUSIA
            Setiap manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan fitrah, hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: Tiap-tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi”. (H.R. Muslim)
            Pengertian fitrah secara etimologi berasal dari kata fathara yang memiliki arti menjadikan. Dalam Al-Quran terdapat banyak kata yang mengacu pada pemaknaan kata fitrah. Secara umum, pemaknaan kata fitrah dalam Al-Quran dapat dikelompokkan dalam empat makna, yaitu sebagai berikut:
Proses penciptaan langit dan bumi
Proses penciptaan manusia
Pengaturan alam semesta beserta isinya dengan serasi dan seimbang
Pemaknaan pada agama Allah sebagai acuan dasar dan pedoman bagi manusia dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
            Secara terminologi terdapat banyak pendapat mengenai makna fitrah. Ada yang mendefinisikan fitrah sebagai potensi manusia untuk beragama, yang merujuk kepada Al-Quran Surat Ar-Rum ayat 30:
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
            Fitrah manusia yang dimaksud dalam surat Ar-Rum tersebut diatas adalah berfungsi sebagai pengikat antara manusia dengan Allah, dimana manusia tidak bisa lepas dari aturan-aturan Allah.
            Kemudian ada pula yang mengartikan fitrah sebagai iman bawaan yang telah diberikan Allah kepada manusia sejak masih dalam kandungan. Hal ini merujuk kepada Surat Al-A’raf ayat 172: Artinya: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
            Namun kedua pendapat tersebut menimbulkan banyak kontroversi diantara para cendekiawan muslim. Oleh karena itu para pemikir muslim lainnya mencoba mencari definisi lain dari kata fitrah, yaitu definisi yang dianggap lebih sesuai dengan kemampuan, fungsi dan kedudukan manusia sebagai makhluk Allah yang sempurna.
            Menurut H.M. Arifin, fitrah adalah suatu kemampuan dasar manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya, yang di dalamnya terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia. Kemampuan dasar manusia merupakan alat untuk mengenal Allah dan mengabdi kepadaNya. Komponen psikologis yang terkandung dalam fitrah yaitu berupa kemampuan dasar untuk beragama, naluri, dan bakat yang mengacu kepada keimanan kepada Allah.
            Gambaran fitrah beragama manusia dapat dilihat dalam hal dimana manusia tidak dapat menghindari ketentuan bahwa dirinya telah diatur secara menyeluruh oleh hukum Allah, kemudian mereka diberi oleh Allah kemampuan akal dan kecerdasan.  Kemampuan akal dan kecerdasan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain.
            Manusia  dilengkapi dengan fitrah dari Allah berupa keterampilan yang dapat berkembang, sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia. Dengan keterampilan tersebut manusia semakin lama mencapai peradaban yang tinggi dan maju. Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, menurut fitrahnya akan mampu berkembang kepada kesempurnaan. Kesempurnaan yang dimaksud disini bukan hanya kesmpurnaan fisik saja, melainkan termasuk kesempurnaan kepribadian yang mecerminkan figur seorang muslim sejati.






POTENSI MANUSIA
            Dalam eksistensinya manusia tidak dapat dipisahkan dari ketergantungannya pada orang lain, karena manusia merupakan makhluk sosial. Sebelum berbicara tentang potensi manusia, ada baiknya mengetahui terlebih dahulu tentang  hakikat manusia itu sendiri. Sastraprateja mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang historis. Hakikat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarahnya, dalam sejarah bangsa manusia itu sendiri.
            Mengenai  potensi manusia, kitab suci Al-Quran memperkenalkan dua kata kunci untuk memahami manusia secara komprehensif yaitu al-insan dan al-basyar. Kata insan jika dilihat dari asal kata anasa mempunyai arti melihat, mengetahui dan minta izin. Hal ini berarti bahwa adanya keterkaitan manusia dengan kemampuan penalaran yaitu melalui penalaran manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, dapat mengetahui mana yang benar dan yang salah, dan  terdorong untuk meminta izin untuk menggunakan sesuatu yag bukan miliknya. Pengertian ini menunjukkan adanya potensi untuk dapat dididik pada diri manusia, artinya manusia merupakan makhluk yang dapat diberi pelajaran atau pendidikan. Kemudian kata insan bila dilihat dari asal kata nasiya yang artinya lupa, menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang tidak luput dari lupa dan salah.
            Adapun kata basyar adalah jamak dari kata basyarah yang artinya permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut. Dalam Al-Quran pemakaian kata basyar memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut adalah anak Adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar. Dengan demikian kata basyar mengacu kepada manusia dari aspek lahiriyahnya.
            Dari beberapa pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa manusia, dilihat dari kaitannya dengan kata insan, merupakan makhluk yang potensial. Potensi-potensi yang dimiliki manusia tersebut menjadi alat utama dalam memperoleh pengajaran dan pendidikan.


 Kemudian jika dikaitkan dengan kata basyar, manusia satu dengan lainnya merupakan makhluk yang sama dari aspek lahiriyahnya, yaitu makhluk yang memiliki kesamaan dalam bentuk tubuh, makan dan minum dari sumber yang sama dari alam ini, sama mengalami pertumbuhan dan perkembangan dan pada akhirnya akan menemui ajalnya, kembali kepada Sang Khaliq.
            Jadi pada dasarnya manusia memiliki potensi jasmani dan rohani. Potensi jasmani mengacu pada kata basyar dan potensi rohani mengacu pada kata insan. dengan potensi tersebut mampu menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi, sebagai pendukung, penerus dan pengembang kebudayaan.
            Manusia merupakan makhluk yang sangat luar biasa dengan segala potensi yang dimilikinya. Pada saat sekarang ini telah banyak terjadi perkembangan dan kemajuan yang dibuat oleh manusia. ini disebabkan oleh potensi otak manusia yang luar biasa hebat. Kemampuan otak manusia dapat menerima dan menyimpan banyak memori. Dengan pemanfaatan otak ini manusia telah banyak menciptakan inovasi baru. Untuk itu manusia hendaknya selalu mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah, salah satunya dengan memanfaatkan fungsi otak kearah yang lebih baik yang akan menjadikannya makhluk yang bermartabat, baik dimata Allah maupun dalam pandangan masyarakat.
            Pada hakikatnya manusia sejak lahirnya telah diberi oleh Allah berbagai macam potensi. Potensi-potensi tersebut berupa potensi untuk mendengar (sam’a), potensi untuk melihat (abshara), dan potensi memahami dengan hati (af-idah). Ketiga potensi tersebut merupakan potensi dasar yang perlu dikembangkan sebaik dan semaksimal mungkin.
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS An-Nahl: 78)






FITRAH DAN POTENSI MANUSIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
            Allah menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yaitu potensi jasmani dan rohani. Dari kedua potensi tersebut terkandung pula potensi yang bersifat positif dan negatif. Potensi yang bersifat negatif dapat membuat manusia lupa akan fitrahnya. Potensi yang bersifat negatif ini adalah nafsu. Nafsu yang tidak terkontrol akan membawa manusia kepada jalan buntu sehingga tidak banyak yang dapat dilakukannya kecuali pasrah dan menyerah.
            Agar manusia tidak melakukan hal-hal yang membuatnya keluar dari fitrahnya, maka perlu dikembangkan potensi positif manusia yaitu salah satunya dengan pendidikan Islam. Potensi positif manusia dapat berupa potensi otak dan akal. Namun potensi ini juga dapat membawa manusia kearah yang negatif jika tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu pendidikan Islam sangat berperan penting dalam membentuk dan mengembangkan potensi manusia kearah yang lebih baik sehingga kembali pada fitrahnya. Pendidikan Islam merupakan usaha bimbingan jasmani dan rohani manusia menuju arah yang benar sesuai dengan ketentuan hukum Allah SWT.
            Islam mengajarkan dan mendidik manusia agar tetap menjaga fitrahnya, yaitu dengan menjaga kesucian hatinya. Menjaga kesucian hati dapat dilakukan dengan selalu melakukan perbuatan baik yang diperintahkan Allah dan meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang telah dilarang oleh Allah. Jika manusia mampu melaksanakan segala sesuatu yang diperintahkan Allah dan meninggalkan sumua larangan-Nya maka manusia tersebut akan memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat.
            Setiap manusia telah memiliki potensi sejak mereka dilahirkan. Namun potensi tersebut tidak akan terbentuk dan berkembang dengan baik dan sempurna tanpa melalui suatu proses yang mengarah kepada pembentukan dan perkembangan potensi tersebut, yaitu proses pendidikan. Pendidikan Islam merupakan sebuah sarana yang sangat tepat dalam pembentukan pribadi muslim yang berilmu pengetahuan.

            Islam telah menempatkan pendidikan sebagai sebuah proses pembentukan dan pengembangan potensi manusia seutuhnya. Untuk dapat mengembangkan potensi manusia secara maksimal pendidikan Islam hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan kebudayaan manusia serta penanaman nilai-nilai fundamental sebagai dasar pembentukan kepribadian peserta didik. Penanaman nilai-nilai fundamental ini hendaknya sudah terlaksana secara mantap pada pendidikan keluarga, dimana keluarga merupakan pendidikan pertama bagi setiap manusia. dalam hal ini kedua orangtua sangat berperan penting terhadap perkembangan anak-anak nya. Penanaman nilai-nilai fundamental ini dapat dilakukan dengan pemberian contoh yang baik terhadap anak. Orangtua dituntut untuk dapat memberikan tauladan yang baik karna hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Keberhasilan dalam pendidikan keluarga ini menjadi jembatan yang kokoh menuju pendidikan selanjutnya.
            Di era globalisasi ini, pendidikan Islam sangat dituntut untuk dapat menghasilkan manusia yang berkualitas yang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Seiring perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi juga terus berkembang. Pendidikan Islam harus memperhatikan hal tersebut sehingga pengembangan potensi manusia dapat dilakukan secara efektif.
Sebenarnya bila diperhatikan dengan seksama, makna manusia yang telah dijelaskan Allah dalam Al-Quran akan dapat dijadikan pedoman untuk dapat mewujudkan pendidikan yang proporsional dan ideal. Hal ini dapat dilihat dari dua pendekatan yaitu:
Pendekatan perkata.
            Ketika Allah menggunakan istilah al-basyar, sebagaimana yang tertera dalam Al-Quran, dalam menunjuk manusia sebagai makhluk yang sama secara lahiriyah (fisik), maka pendidikan harus mampu menyentuh perkembangan potensi fisik peserta didik. Ketika Allah menggunakan istilah al-insan, maka pendidikan juga harus mampu mengembangkan aspek fisik dan psikis peserta didik.  Artinya, pendidikan, termasuk didalamnya pendidikan Islam harus memperhatikan aspek fisik dan psikis peserta didik secara optimal. Selanjutnya ketika Allah menggunakan istilah al-nas, yang merupakan bentuk jamak dari kata al-insan, maka interaksi pendidikan juga harus mampu menyentuh aspek sosial peserta didik, yaitu aspek dalam hubungannya dengan masyarakat.
Pendekatan makna substansial.
            Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia dengan berbagai potensi yang bersifat dinamis. Berbagai potensi tersebut menjadikan manusia berbeda dan lebih sempurna dibanding makhluk lain. Manusia juga diberi kebebasan oleh Allah dalam mengembangkan potensinya, namun tidak boleh terlepas dari batas-batas yang telah ditentukan. Manusia akan menjadi makhluk yang hina jika ia tidak dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan potensinya secara maksimal sesuai dengan hukum-hukum Allah. Sehubungan dengan hal tersebut, secara substansial interaksi pendidikan seharusnya mengacu pada pesan Allah melalui ketiga istilah yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu al-basyar, al-insan, dan al-nas. Dalam hal ini interaksi pendidikan harus mampu membentuk dan mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam diri manusia secara optimal serta mampu meminimalisir segala keterbatasan manusia. Sebagaimana yang kitaketahui bahwasanya manusia dibalik kesempurnaan ciptaannya juga memiliki banyak kelemahan dan keterbatasan. Kelemahan dan keterbataan ini dapat di
minimalisir melalui proses pendidikan Islam.
            Jadi dengan terwujudnya pendidikan yang proporsional dan ideal, kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara akan berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Manusia akan dapat mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai dengan fitrahnya serta mampu menyesuaikan dirinya dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat seperti yang terjadi pada saat sekarang ini.








DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam 1, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997
Nizar, Samsul, Peserta Didik Dalam Perspektif Pendidikan Islam, Padang: IAIN Imam Bonjol Press, 1999
Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar